Sabtu, 22 Oktober 2011

HIDUP ! ! !

Apa yang kamu lakukan buAt hidup ne......

Jangan Bertanya Kamu Hidup buat ap ? ?
Tapi tanyalah bagamana kamu menjalani hidup ! ! !

ap yang sudah kau perbuat selama hidupmu ? ? ?

jangan sesali ap yang sudah kamu lakukan....
tapi tatap lah kedepan apa yang akan kamu lakukan selanjutny supaya tidak disesali kemudian hari ! ! !

sadarilah setiap lankanga mu supaya tidak terperusuk ......

tatap lah kedepan supaya kamu melihat apa yang kamu lakukan.....

gunakan otak mu supaya dapat mengatur strategi untuk tidak melekukan kesalahan ........

kamu melakukan KEBERANIAN berarti kamu melakukan 3 KEBODOHAN DAN 1 KEBERANIAN itu sendiri....

kemanakah arah langkah mu kalau tidak mengarah ke kehidupan yang lebih abadi........
tapi pikirkan ap yg akan kamu lakukan sebelum kehidupan abadi itu datang padamu ! ! !

siapakah yang lebih berhak menentukan tujuan hidupmU ? ? ?
pasti lah kamu sendiri....

seseorang dikatakan sukses bila beribu2 kali melakukan KEBODOHAN ? ? ? what ? ? ?
coba kam pikirkan kesalahan apkah bukan kebodohan......dari kebodohan itu lah seseorang dapat memperbaiki kesalahn ny n' mencapai kesuksesan.......

siapakah musuh terberat mu ? ? ?
pastilah dirimu sendiri.....

ingat ! ! ! seseorang yang bisa melakukan sesuatu berarti ia sering kali melakukan KEBODOHAN ......


INGAT "BISA KARENA BIASA"

Leia Mais…

Kabupaten-Kabupaten Di Kalimantan Tengah

Sebelum pemekaran pada tahun 2002, Kalimantan Tengah masih terdiri atas 6 Kabupaten Kota, namun UU Nomor 5 tahun 2002 Tentang Pemekaran Daerah Di Kalimantan Tengah menambah kabupaten/Kota menjadi 13 Kab/Kota. Berikut ini adalah nama-nama Kab/Kota beserta dengan ibukotanya :

1. Kota Palangkaraya Ibukota Palangkaraya (Ibukota Prov. Kalimantan Tengah)
2. Kabupaten Kapuas Ibukota Kuala Kapuas
3. Kabupaten Pulang Pisau Ibukota Pulang Pisau
4. Kabupaten Lamandau Ibukota Nanga Bulik
5. Kabupaten Sukamara Ibukota Sukamara
6. Kabupaten Kotawaringin Barat Ibukota Pangkalan Bun
7. Kabupaten Kotawaringin Timur Ibukota Sampit
8. Kabupaten Seruyan Ibukota Kuala Pembuang
9. Kabupaten Gunung Mas Ibukota Kuala Kurun
10. Kabupaten Katingan Ibukota Kasongan
11. Kabupaten Murung Raya Ibukota Puruk cahu
12. Kabupaten Barito Utara Ibukota Muara Teweh
13. Kabupaten Barito Selatan Ibukota Buntok
14. Kabupaten Barito Timur Ibukota Tamiang Layang

Leia Mais…

Sejarah Singkat Pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah

Saat awal pembangunan ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah
(Foto : Dokumentasi Keluarga Tjilik Riwut)

Sejarah singkat pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah dan pemancangan tiang pertama Kota Palangka Raya dapat diketahui dari sambutan Tjilik Riwut pada perayaan Hari Ulang Tahun ke-13 Kota Palangka Raya yang diawali dengan sambutan seperti di bawah ini :

“Bapak Panglima, Bapak Gubernur, ibu-ibu, saudara-saudara para hadirin yang terhormat!
Bersyukur kepada Yang Maha Besar Tuhan bahwa pada malam ini kami dapat menghadiri perayaan HUT XIII Kota Palangka Raya, di Kota Palangka Raya, ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah yang kita cintai.
Pepatah mengatakan: “Tak kenal, tak cinta“, dengan demikian untuk lebih mencintai Kalimantan Tengah dan ibu kotanya Palangka Raya, maka perlu sekali kita mengetahui sejarah pembentukan dan perjuangannya. Sejarah singkat ini akan kami baca secara bertingkat:”

Latar belakang Sejarah Pembentukan
Propinsi Kalimantan Tengah

Semenjak tahun 1954, bertubi-tubi mosi dan resolusi-resolusi dan pernyataan-pernyataan dari parpol/ormas dan masyarakat seluruh Kalimantan Tengah yang ditujukan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang pada pokok isinya adalah sama yaitu “menuntut daerah otonom Propinsi Kalimantan Tengah tersendiri”.
Selanjutnya pada akhir tahun 1956 waktu sidang parlemen atau DPR Pusat membicarakan rancangan Undang-undang pembentukan 3 (tiga) Propinsi di Kalimantan yakni :
a. Kalimantan Selatan (dalam hal ini termasuk di dalamnya Propinsi Kalimantan Tengah yang sekarang ini).
b. Propinsi Kalimantan Timur.
c. Propinsi Kalimantan Barat.

Maka hasrat rakyat Kalimantan Tengah yang disalurkan melalui :
1) Parpol / ormas.
2) Penyalur Hasrat Rakyat Kalimantan Tengah.
3) Akhirnya disalurkan melalui Kongres Rakyat Kalimantan Tengah dalam pimpinan Ketua Presidium Kongres, yakni Sdr. Mahir Mahar, dan tokoh-tokoh Kalimantan Tengah lainnya, yang dilangsungkan di Kota Banjarmasin mulai tanggal 2 s/d 5 Desember 1956, dihadiri oleh 600 utusan yang mewakili segenap lapisan rakyat dari seluruh Kalimantan Tengah mengenai Pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah.

Maka dari hasil Kongres tersebut, telah melahirkan resolusi sebagaimana yang kami baca sebagai berikut:


R E S O L U S I
KONGRES RAKYAT SELURUH KALIMANTAN TENGAH

Kongres Rakyat Kalimantan Tengah, yang dilangsungkan mulai pada tanggal 2 s/d 5 Desember 1956 di Banjarmasin, dihadiri oleh 600 utusan-utusan yang mewakili segenap lapisan rakyat dari seluruh daerah Kalimantan Tengah, mengenai Pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah.
Mendengar : Pandangan–pandangan, prasaran – prasaran dan nasihat dari utusan- utusan rakyat, tokoh-tokoh organisasi-organisasi, partai-partai dan badan-badan yang menyalurkan perjuangan Rakyat Kalimantan Tengah.
Memperhatikan : Keputusan Parlemen Republik Indonesia pada tanggal 22 Oktober 1956, yang memberikan ketentuan bahwa Kalimantan Tengah akan dijadikan suatu propinsi Otonomi dalam jangka waktu selambat-lambatnya Tiga Tahun.
Menimbang :
a. Bahwa jangka waktu yang ditentukan selambat-lambatnya Tiga Tahun tersebut, belum dapat menjadi dasar pegangan yang positip, padahal suasana di Kalimantan Tengah dalam waktu akhir-akhir ini sungguh menggelisahkan akibat dari Semangat Rakyat yang meluap-luap menghendaki segera terbentuknya Propinsi Kalimantan Tengah.
b. Bahwa apabila hal ini dibiarkan, maka kemungkinan akan timbul hal-hal yang akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi rakyat dan negara Republik Indonesia.

M E M U T U S K A N :

“ MENDESAK KEPADA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA AGAR DALAM WAKTU YANG SESINGKAT-SINGKATNYA, DENGAN PENGERTIAN SEBELUM TERLAKSANANYA PEMILIHAN UMUM UNTUK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, KALIMANTAN TENGAH SUDAH DIJADIKAN SUATU PROPINSI OTONOMI “.


Keputusan ini dikeluarkan :
Di : Banjarmasin
Tgl : 5 Desember 1956
Oleh Kongres Rakyat Kalimantan Tengah

Tertanda
KETUA PRESIDIUM KONGRES


M.Mahar


D E W A N R A K Y A T K A L I M A N T A N T E N G A H.

L A M P I R A N

R E S O L U S I K O N G R E S R A K Y A T S E L U R U H
K A L I M A N T A N T E N G A H


Dewan Rakyat Kalimantan Tengah, yang dibentuk oleh Kongres Rakyat Kalimantan Tengah, dalam sidang plenonya tanggal 7 Desember 1956, telah memutuskan, mengeluarkan suatu saran kepada pemerintah sebagai berikut :

A. Memohon kepada pemerintah agar mengeluarkan suatu pernyataan, MENGAKUI dan MENYETUJUI SEPENUHNYA AKAN TUNTUTAN Rakyat Daerah Kalimantan Tengah.
B. Pelaksanaannya dari pengakuan ini haruslah serempak dengan pengangkatan gubernur-gubernurnya untuk Kalimantan Selatan, Timur, dan Barat, dengan menyatakan bahwa dengan B E S L U I T tanggal . . . No . . .(tidak terbaca ) menunjuk seorang yang menjadi Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah.

Banjarmasin, 7 Desember 1956.

Dewan Rakyat Kalimantan Tengah


Ketua Sekretaris :

d.t.t. d.t.t.


M. Mahar H. Ukur



Sidang Parlemen di Jakarta telah mensahkan Undang-undang No. 25 tahun 1956 yang berlaku terhitung tanggal 1 Januari 1957, tentang Propinsi Kalimantan lama dibagi menjadi 3 propinsi baru, hanya dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa sesudah 1 (satu) tahun dibentuk wilayah Propinsi Kalimantan Tengah melalui Karesidenan terlebih dahulu.

Kongres Rakyat Kalimantan Tengah telah mengirim utusan menghadap Gubernur Kalimantan (pada saat itu Gubernur Milono) dan menghadap Pemerintah Pusat menghaturkan keputusan dan tuntutan Kongres Rakyat Kalimantan Tengah yang telah dibaca di atas tadi, serta memberikan penjelasan-penjelasan. Hasilnya didapatkan pengertian dan persesuaian pendapat dimana Pemerintah Pusat cq. Menteri Dalam Negeri telah mengambil satu keputusan pada tanggal 28 Desember 1956 nomor: U.P.34/41/24, antara lain menetapkan:

Mulai tanggal 1 Januari 1957 membentuk “Kantor Persiapan Pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah” yang berkedudukan langsung di bawah Kementerian Dalam Negeri dan sementara ditempatkan di Banjarmasin, dan ditetapkan Personilnya terdiri dari 21 orang. Mereka berkantor sementara di Kantor Gubernur Kalimantan lama dan Gubernur Milono sebagai Gubernur pada Kementerian dalam Negeri ditunjuk / ditugaskan sebagai Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah. Adapun tugas-tugas yang menyangkut urusan Pemerintah Pusat langsung bertanggung jawab kepada Menteri Dalam Negeri. Urusan daerah Otonom bertanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah Kalimantan Selatan.

Dalam hal ini untuk membantu Koordinasi Keamanan Propinsi Kalimantan untuk memulihkan ketertiban dan keamanan di Kalimantan Tengah maka dibentuklah Panitia Pemulihan Keamanan Daerah Kalimantan Tengah yang terdiri dari Anggota Presidium Dewan Rakyat Kalimantan Tengah sebanyak 6 orang yang diketuai oleh Sdr. Mahir Mahar.

Latar belakang Sejarah Pembentukan/Penetapan Kota Palangka Raya sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah

Dengan terbentuknya Kantor Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah yang sementara berkedudukan di Banjarmasin, bermunculan lah suara-suara, tuntutan-tuntutan pernyataan dari parpol/ormas dan dari daerah-daerah masing-masing menurut iramanya sendiri-sendiri agar ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah ditetapkan di daerahnya masing-masing.

Dari daerah Barito meminta agar Muara Teweh atau Buntok menjadi ibu kota. Daerah Kahayan. Kapuas, menghendaki Kuala Kapuas dan Pulang Pisau sebagai ibu kota. Daerah Katingan, Mentaya (Sampit), Seruyan, menghendaki Kota Sampit menjadi ibu kota. Daerah Pangkalan Bun pun tidak ketinggalan memberikan saran/tuntutan agar Pangkalan Bun menjadi ibu kota.

Berkenan dengan itu, maka bapak Milono, Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah telah mengambil suatu kebijaksanaan membentuk satu panitia untuk merumuskan dan mencari di mana daerah atau tempat yang pantas/wajar untuk dijadikan ibu kota propinsi Kalimantan Tengah.

Panitia tersebut dibentuk pada tanggal 23 Januari 1957, terdiri dari:
1. Mahir Mahar, Ketua Kongres Rakyat Kalimantan Tengah sebagai ketua merangkap anggota.
2. Tjilik Riwut, residen pada Kementerian Dalam Negeri dpb. Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah sebagai anggota.
3. G. Obus, Bupati KDH dpb. Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah sebagai anggota.
4. E. Kamis, pensiunan Kiai kepala/pegawai PT Sampit Dayak di Sampit sebagai anggota.
5. C. Mihing, pegawai Jawatan Penerangan Propinsi Kalimantan di Banjarmasin sebagai anggota dan sekretaris.

Sebagai Penasihat Ahli:
1. R. Moenasir, Kepala Dinas PU Persiapan Propinsi Kalimantan Tengah.
2. Ir. Van Der Pijl, pegawai PU Persiapan Propinsi Kalimantan Tengah bagian gedung-gedung.

Setelah panitia mengadakan rapat-rapat serta menghubungi tokoh-tokoh Kalimantan Tengah dan penjabat-penjabat pimpinan militer dan sipil tingkat Kalimantan di Banjarmasin, antara lain mendapat restu dari Kolonel Koesno Oetomo Panglima Tentara dan Teritorium VI/Tanjung Pura, didapat kesimpulan, “bahwa di sekitar Desa Pahandut di Kampung Jekan dan sekitar Bukit Tangkiling ditetapkan untuk calon ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah“.

Alasan-alasan/dasar-dasar untuk memilih tempat tersebut menjadi calon ibu kota antara lain sebagai berikut:
1. Karena ada perbedaan pendapat tentang calon-calon ibu kota, misalnya ada yang mengusulkan Kuala Kapuas, Pulang Pisau, Buntok, Muara Teweh, Sampit dan Pangkalan Bun, maka dipandang perlu dicari satu kebijaksanaan untuk mengatasi perbedaan pendapat ini.
2. Panitia berpendapat pula karena alasan penuntutan (1) diatas perlu sekali dicari jalan keluar, yaitu mencari daerah baru yang dapat diterima oleh sebagian besar rakyat Kalimantan Tengah dan penjabat-penjabat pemerintah tingkat Kalimantan.
3. Panitia pun berpendapat, alangkah baiknya apabila calon ibu kota itu berada di tengah-tengah masyarakat seluruhnya untuk memudahkan melaksanakan proses kepemimpinan dan koordinasi pada masa-masa yang akan datang, dan memiliki satu kota baru yang dibangun di tengah-tengah hutan rimba dengan kekuatan bangsa Indonesia sendiri di alam merdeka.
4. Dan lain-lain alasan dipandang dari sudut politik, sosial, ekonomi, pertahanan keamanan dan psikologi.

Pada bulan Januari 1957, panitia telah berangkat menuju daerah calon ibu kota dengan pimpinan M. Mahar, untuk mengadakan penelitian dan pembicaraan dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Hasil dari peninjauan/penelitian tersebut telah dilaporkan kepada Gubernur Pembentuk Propinsi Kalimantan Tengah, Pemerintah Pusat, dan mendapat persetujuan sepenuhnya bahwa daerah tersebut menjadi calon ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah.

Maka dengan Undang-undang Darurat No.10 tahun 1957, L.N. No.53 tahun 1957 yang berlaku mulai tanggal 23 Mei 1957 yang dinamai Undang-undang Pembentukan Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah dan merupakan perubahan Undang-undang No.25 tahun 1956 tentang pembentukan daerah-daerah swatantra propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur, dalam Pasal 2 ayat 1, undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah adalah Pahandut. Untuk sementara waktu Pemerintah Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah berkedudukan di Banjarmasin.“

Sementara dalam pasal 3 ayat 1, Undang-undang tersebut dinyatakan DPRD Propinsi Kalimantan Tengah terdiri dari 30 orang anggota.
Selanjutnya dengan Undang-undang No. 27 tahun 1959 L.N. No. 72 tahun 1959 ditetapkan bahwa ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah adalah Palangka Raya.
Sesudah Undang-undang Darurat tersebut ditetapkan maka pada tanggal 17 Juli 1957 jam 10.17 menit telah diletakkan tiang pertama ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah oleh Presiden RI Hal ini disaksikan oleh masyarakat Kalimantan Tengah, pejabat- pejabat sipil dan militer tingkat Kalimantan dan Kalimantan Selatan/Kalimantan Tengah, serta 6 orang termasuk Menteri PUT, Ir. Pangeran Mochamad Noor dan para Corps Diplomatik serta para wartawan dalam dan luar negeri yang memprakarsai pendirian dan pembangunan ibu kota Palangka Raya. Ir. Pangeran Moch. Noor adalah Gubernur RI yang pertama di Kalimantan yang berkedudukan di Yogyakarta dari tahun 1945 s/d 1949, yang memang telah mempunyai rencana dan cita-cita membuka Kalimantan termasuk Kalimantan Tengah.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Des.52/12/2-206, tanggal 22 Desember 1959 telah ditetapkan untuk memindahkan tempat kedudukan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah dari Banjarmasin ke Palangka Raya terhitung mulai tanggal 20 Desember 1959.

Kemudian dengan Undang-undang No. 5 tahun 1965 Kotamadya Palangka Raya dibentuk menjadi Kotamadya Otonom yang diresmikan pada 17 Juni 1965 oleh Menteri Dalam Negeri. Satu keistimewaan yang patut dicatat dalam sejarah Kotamadya Palangka Raya, bahwa Lambang Kotamadya Palangka Raya telah diterjunkan dari udara dan dibawa oleh sukarelawan/sukarelawati dari atas Kota Palangka Raya bersama pasukan payung.

Sebagai catatan penutup/terakhir agar penjelasan bermanfaat untuk kita bersama untuk memelihara dan meneruskan pembangunan Kota Palangka Raya, disertakan amanat Bapak Milono pada hari peletakan tiang pertama Kota Palangka Raya, yang menyatakan:

“Nama yang diberikan ini ialah: Palangka Raya. Palangka Raya artinya tempat yang Suci, yang Mulia dan Besar. Oleh karena itu sesuaikan nama ini dengan cita-cita yang dilahirkannya di Kalimantan Tengah dan semoga memberikan contoh yang baik bagi lain-lain daerah.”

Demikianlah sejarah singkat dan latar belakang pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah dan penetapan Palangka Raya menjadi ibu kotanya.



Presiden Republik Indonesia Pertama Ir. Soekarno,
mantejek tihang ije solake pembangunan Kota Palangka Raya,
tanggal 17 Juli 1957 jam 10.17 menit
(Foto : Dokumentasi keluarga Tjilik Riwut)

Leia Mais…

Asal Usul Suku Dayak

Sejarah
Ada banyak pendapat tentang asal-usul orang Dayak. Sejauh ini belum ada yang sungguh memuaskan. Pendapat umumnya menempatkan orang Dayak sebagai salah satu kelompok suku asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan. Gagasan (penduduk asli) ini didasarkan pada teori migrasi penduduk ke Kalimantan. Bertolak dari pendapat itu, diduga nenek moyang orang Dayak berasal dari beberapa gelombang migrasi.
Gelombang pertama terjadi kira-kira 1 juta tahun yang lalu tepatnya pada periode Interglasial-Pleistosen. Kelompok ini terdiri dari ras Australoid (ras manusia pre-historis yang berasal dari Afrika). Pada zaman Pre-neolitikum, kurang lebih 40.000-20.000 tahun lampau, datang lagi kelompok suku semi nomaden (tergolong manusia modern, Homo sapiens ras Mongoloid). Penggalian arkeologis di Niah-Serawak, Madai dan Baturong-Sabah membuktikan bahwa kelompok ini sudah menggunakan alat-alat dari batu, hidup berburu dan mengumpulkan hasil hutan dari satu tempat ke tempat lain. Mereka juga sudah mengenal teknologi api. Kelompok ketiga datang kurang lebih 5000 tahun silam. Mereka ini berasal dari daratan Asia dan tergolong dalam ras Mongoloid juga. Kelompok ini sudah hidup menetap dalam satu komunitas rumah komunal (rumah panjang?) dan mengenal tekhnik pertanian lahan kering (berladang). Gelombang migrasi itu masih terus berlanjut hingga abad 21 ini. Teori ini sekaligus menjelaskan mengapa orang Dayak memiliki begitu banyak varian baik dalam bahasa maupun karakteristik budaya.
Dayak pada masa kini
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni:[Kenyah-Kayan-Bahau],[Ot Danum],[Iban],[Murut],[Klemantan] dan [Punan]. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub-rumpun. Meskipun terbagi dalam ratusan sub-rumpun, kelompok suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang,hasil budaya material seperti tembikar,[mandau],sumpit,beliong(kampak Dayak),pandangan terhadap alam,mata pencaharian(sistem perladangan),dan seni tari. Perkampungan Dayak biasanya disebut:[lewu]/[lebu],sedangkan perkampungan kelompok suku-suku Melayu disebut:[benua]/[banua]. Di kecamatan-kecamatan di Kalimantan yang merupakan wilayah adat Dayak dipimpin seorang Kepala Adat yang memimpin satu atau dua suku Dayak yang berbeda,tetapi di daerah perkampungan suku-suku Melayu tidak ada sistem kepemimpinan adat kecuali raja-raja lokal.
Menurut Prof. Lambut dari[Univesitas Lambung Mangkurat],secara rasial, manusia Dayak dapat dikelompokkan menjadi : – Dayak [Mongoloid] – Dayak [Melayu|Malayunoid] – Dayak [Australoid|Autrolo-Melanosoid] – Dayak [Heteronoid]
Senjata Sukubangsa Dayak
Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.
Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.
Mandau. Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya. Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.
Dohong. Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.
Totok Bakakak (kode) yang umum dimengerti Sukubangsa Dayak
Mengirim tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti menyatakan perang, dalam bahasa Dayak Ngaju “Asang”.
Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang gadis yang ada dalam rumah yang dikirimi sirih dan pinang.
Mengirim seligi (salugi) berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.
Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti mohon bantuan sebesar mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat bahaya.
Mengirim Abu, berarti ada rumah terbakar.
Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati tenggelam, harap lekas datang. Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena tenggelam, pada saat mengabarkan berita duka kepada sanak keluarga, nama korban tidak disebutkan.
Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga yang telah tua meninggal dunia.
Mengirim telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga, tempayan tajau.
Daun sawang/jenjuang yang digaris (Cacak Burung) dan digantung di depan rumah, hal ini menunjukan bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya pantangan adat.
Bila ditemukan pohon buah-buahan seperti misalnya langsat, rambutan, dsb, didekat batangnya ditemukan seligi dan digaris dengan kapur, berarti dilarang mengambil atau memetik buah yang ada dipohon itu.
Tradisi Penguburan
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
penguburan di dalam peti batu (dolmen)
penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
penguburan tahap pertama (primer)
penguburan tahap kedua (sekunder).
Penguburan sekunder
Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di goa. Di hulu sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kaltim, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
dikubur dalam tanah
diletakkan di pohon besar
dikremasi dalam upacara tiwah.
Prosesi penguburan sekunder
Prosesi penguburan sekunder
Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
wara
marabia
mambatur (Dayak Maanyan)
kwangkai (Dayak Benuaq)

Macam Suku Dayak
Suku Dayak Abal
Suku Dayak Bakumpai
Suku Dayak Bentian
Suku Dayak Benuaq
Suku Dayak Bidayuh
Suku Dayak Bukit
Suku Dayak Darat:Dayak Mali
Suku Dayak Dusun
Suku Dayak Dusun Deyah
Suku Dayak Dusun Malang
Suku Dayak Dusun Witu
Suku Dayak Kadazan
Suku Dayak Lawangan
Suku Dayak Maanyan
Suku Dayak Mali
Suku Dayak Mayau
Suku Dayak Meratus
Suku Dayak Mualang
Suku Dayak Ngaju
Suku Dayak Ot Danum
Suku Dayak Samihim
Suku Dayak Seberuang
Suku Dayak Siang Murung
Suku Dayak Tunjung
Suku Dayak Kebahan
Suku Dayak Keninjal

Leia Mais…

Suku Dayak Ma’anyan

Maanyan adalah nama salah satu puak suku bangsa yang mendiami Pulau Kalimantan, yang sekarang bermukim di kawasan subur di antara sungai Barito dan Pegunungan Meratus, meliputi sebagian wilayah Utara Propinsi kalimantan Selatan dan daerah Timur Propinsi Kalimantan Tengah, tersebar di lebih dari 15 Kecamatan. Pada umumnya orang Maanyan bertubuh sedang, berkulit kecoklatan, rambut lurus berwarna hitam atau coklat kehitaman, dan beralis agak tebal. Sebagai suatu kelompok masyarakat, orang Maanyan memiliki beberapa ciri sosial budaya yang unik dan menarik.
Pertama, orang Maanyan memiliki bahasa daerah yang sangat dekat ke bahasa Kawi (Jawa Kuno). Dan Dalam bahasa maanyan ini, walaupun mereka kini bermukim jauh dari lautan, terdapat banyak kosa-kata tentang laut dan berhubungan dengan laut. Tokoh-tokoh mereka bergelar datu (sama dengan datuk dalam bahasa Melayu, yang artinya:bapak dari kakek), patis (bahasa Melayu patih), dan miharaja (sama dengan: maharaja). Mereka menyimpan benda-benda pusaka yang berusia ratusan tahun, berupa piring keramik ukuran besar yang bergambar, guci keramik dengan relief naga, tabak (nampan berbentuk bunga) dari kuningan, gong dan gelangdari gangsa, tombak dan keris, dan pakaian kebesaran mirip pakaian Jawa. Sedangkan dalam ritus kematian, mereka memiliki kesamaan dengan adat Bali, yaitu melakukan upacara pembakaran tulang-tulang orang mati untuk mengantarkan roh mereka ke tempat paling akhir, yang dalam bahasa maanyan disebut: Ijambe. (Ijambe berasal dari awalan I berkonotasi ’sibuk’ dan kata kerja jambe yang berarti ‘menangani’.
Kedua, mereka mempunyai kebiasaan menuturkan ’sejarah masa lalu dan adat-istiadat’ (bahasa Maanyan: taliwakas) mereka pada setiap upacara adat penting. Istiadat menceritakan kembali sejarah dan adat ini disebut orang Maanyan ngalakar, atau ngentang atau nutup entang, atau nutup tarung. Selain taliwakas, mereka juga mempunyai banyak cerita-cerita, berupa legenda, balada, dan lagu-lagu tentang kebesaran dan kemakmuran mereka di masa lalu, tentang tokoh-tokoh sejarah, disebuah ‘kerajaan’ (kecil) yang menurut mereka bernama Nansarunai.
DARI KAYU TANGI KE SIUNG UHANG
Menurut cerita-cerita itu, keberadaan mereka di Pulau kalimantan ini bermula ribuan tahun lalu pada saat serobongan manusia perahu yang sedang mencari permukiman baru jatuh cinta pada ketenangan teluk Banjar (menurut versi orang Maanyan: teluk Nansarunai). Konon ketika mereka tiba di situ, angin dari daratan bertiup sepoi-sepoi, membawa bau harum dari pohon-poho, daun, bunga, dan buah. lalu mereka memasuki muara sungai Barito (yang nama aslinya berasal dari bahasa Maanyan: Baritu, yang berarti sungai menyerupai laut) dan turun untuk memeriksa keadaan.
Pertama mereka naik ke tepian kiri, atau tepian barat dari sungai itu, dan dikatakan mereka mendapatkan tananh yang berasa pahit dan air berasa asam (payau). Tetapi ketika pindah ke tepian kanan, tepi timur sungai itu, mereka mendapati tanah yang harum dan air yang manis, pepohonan dan buah-buahan yang lebih subur, serta lebih banyak burung dan binatang hutan lainnya. Sehingga mereka memutuskan untuk tinggal dan menetap di tempat itu yang kemudian mereka memakan kayu tangi sesuai dengan nama pohon yang ada disitu. Sekarang, kampung yang bernama kayu tangi ini masih dapat ditemukan dekat Kotamadya Banjarmasin, ibukota Propinsi Kalimantan Selatan, yaitu kota dagang paling ramai di kalimantan sekarang.
Dari situ, mereka lalu berkembang menjadi suatu kelompok masyarakat yang lebih besar dan maju. secara perlahan mereka mendesak penduduk asli yang hidup nomadis, dan menguasai daratan dan lereng yang subur di sekitar Banjarmasin dan Martapura sekarang. mereka bertani, menanam padi, lada, dan kelapa, berburu binatang hutan, menangkap ikan di sungai dan burung di pepohonan, mengambil sarang lebah, mengumpulkan damar dan gaharu, mencari emas dan batu-batu berwarna. Komoditi yang mungkin sangat penting waktu itu adalah damar dan lilin dari sarang lebah (dalam bahasa Maanyan: pasisit) karena merupkan bahan bakar dan bahan dempul (sebelum ditemukan minyak dan dempul yang lebih modern).
Tidak mengherankan jika kemudian selain mereka yang pergi berdagang ke beberapa bandar di Jawa dan Sumatra, pedagang dari sana dan dari tempat lain juga datang ke kayu tangi untuk mencari sendiri barang-barang berharga itu dan sekaligus berdagang mata dagangan lain. Sehingga kemudian tumbuhlah kota dagang yang cukup ramai di sekitar kampung kayu tangi itu, yang diingat oleh orang Maanyan bernama: Nansarunai. Dari hubungan dagang itulah orang Maanyan memperoleh kekayaan yang berlimpah, kain sinnai (semacam ulos), piring keramik, dan guci dari Cina, manik-manik dan talam dari India alat-alat kesenian (gong dan gendang) dan persenjataan dari Kediri, dan berbagai kerajinan tangan serta buah-buahan dari Malaka.
Tentang kapan persiapan penduduk Nansarunai ini memasuki masa kejayaannya, dan untuk berapa lama, tidak didapati datanya. Tetapi jika dilihat dari benda-benda pusaka yang mereka miliki, yang menurut para ahli sudah diperdagangkan pada abad ke-7 dan ke-8, maka paling tidak pada abad-abad itu sudah ada pedagang asing masuk ke Nansarunai, atau pedagang nansarunai yang berdagang ke luar. sehingga sangat mungkin bahwa pada abad ke-9 dan ke-10 Nansarunai sudah memasuki masa kebesarannya, sudah menjadi suatu bandar (atau banjar0, yaitu pusat perdagangan, sudah ada konglomerat-konglomerat kecil, sudah dibangun rumah-rumah besar bermahligai (tingkap untuk memingit gadis-gadis) dan balai adat yang megah, dan sudah berkembang kesenian dan hiburan lainnya, misalnya: sabung ayam. Dan pasti juga sudah banyak pendatang lain, selain orang Maanyan, menetap di Nansarunai. Tentang ramainya kota Nansarunai pada zaman itu ada disebutkan dalam ‘tarung‘ (cerita indah0 orang Maanyan: mengatur rami kudalangun raya, kala harek jatuh minau nyawung, rakeh riwu turun sipat ngamar (artinya: setiap hari seperti ada pesta besar, bagaikan ribuan orang turun menyabung ayam). sedang dibalai adat dikatakan terdapat: amas bakuhiwik hena jauran wintan, bakukewek ialah rawen punsi sagat, amas bakukannyar hena ia tau nyarau (artinya: banyak sekali emas dan intan berlian).
Banyaknya harta kekayaan adat dan komoditi dagangan daerah Nansarunai ini tentu saja membuat pusat kekuatan lain disekitarnya ingin merampas harta kekayaan itu dan menguasai sumber mata dagangannya. Sriwijaya, yang menguasai Nusantara pada abad ke-6 dan abad ke-7, mungkin saja menguasai nansarunai, paling tidak secara ekonomi. Dan setelah naik hartanya seorang raja yang ambisius di Singosari pada sekitar tahun 1222, yaitu Kertanegara, kemungkinan besar Nansarunai telah pula maenjadi salah satu dari kerajaan kecil yang pertama sekali ditaklukkannya. Selain nansarunai cukup kaya tetapi tidak cukup kuat secara militer, jaraknya yang hanya sekitar empat hari perjalanan perahu layar dari Gresik membuatnya sangat mudah ditaklukan pada tahun 1280, dan Bali, yang diduduki pada tahun 1285. kemudian, setelah Raden Wijaya dan Gajah Mada berhasil membangun Majapahit, kemungkinan besar jajahan Singosari ini berpindah tangan ke Majapahit (dalam legenda mengenai serangan dari Jawa ini disebutkan adanya serangan yang terulang lagi). sehubungan dengan ‘tenggelamnya ‘nama Nansarunai dan ‘timbulnya’ nama Banjar, ada kemungkinan orang-orang Jawa itu telah memberi nama baru bagi Nansarunai menjadi Banjar sesuai kebiasaan mereka memberi nama baru bagi suatu wilayah jajahan baru. (Catatan: Nama banjar juga terdapat di utara Bali, dan kawasan tengah pulau Jawa; dan nama Banjar telah dicatat oleh pedagang Cina pada pertengahan abad ke-13).
Kalau dilihat dari kuatnya pengaruh Jawa pada kebudayaan Maanyan, seperti nama-nama hari, bulan, cara berhitung, pola penuturan, nama-nama gelar seperti raden dan tumenggung, persenjataan (keris dan tombak), pakaian kebesaran (gelang kebesaran di lengan atas dan di paha), nama-nama tempat yang didirikan setelah kejatuhan Nansarunai, sampai ke cerita Joko Tarub dan Nawangwulan, maka dapat dipastikan bahwa sisa-sisa orang Maanyan dari Nansarunai itu berada di bawah pengaruh budaya Jawa dalam waktu yang sangat lama, yang menurut beberapa pengamat berlangsung dari pertengahan abad ke-12 sampai abad ke-14, yaitu kurang lebih 250 tahun!
Namun diceritakan pula bahwa pada waktu kejatuhan Nansarunai banyak kelompok yang melarikan diri atau diungsikan, baik ke tempat yang sangat jauh, atau pun sedang jauhnya, dan juga ke tempat yang sangat dekat. Di antaranya, suatu kelompok putrapembesar Maanyan bersama para pengawal mereka beserta para ibu ahli adat, mencoba membangun permukiman baru di suatu tempat yang letaknya hanya dua atau tiga hari perjalanan, yang mereka beri nama Nansarunai Baru. Setelah kekuasaan Majapahit mulai mundur pada pertengahan abad ke-14, dibawah komando dua pejuang muda legendaris, yang bernama Idung dan Jarang, mereka berhasil bangkit dan melakukan serangan balasan (iwaleh-jakke) terhadap sisa-sisa laskar Majapahit yang sudah kehilangan komando, dan mereka menang! Sehingga terciptalah banyak lagu-lagu pujian terhadap kebesaran dan kegagahan Idung dan Jarang. Semua ibu mengidamkan punya anak seperti mereka, dan gadis-gadis Maanyan mendambakan lelaki seperti mereka, yaitu ganteng, pintar, dan gagah berani.
Tetapi sebelum mereka berhasil membentuk suatu pemerintahan yang kuat, sudah datang pedagang Melayu dari Malaka, bersatu dengan para pedagang bebas dari daerah Sriwijaya yang sudah lama bekerja sam dengan penguasa Majaphit di situ, untuk menguasai perdagangan. Salah satu peninggalan mereka yang cukup berkesan adalah buah nenas yang dahulu mereka bawa, yang oleh orang Maanyan disebut ‘buahdari malaka’, dan kemudian menjadi buah malaka atau buah nenas. Pada mulanya, para pedagang ini tampak tidak begitu pusing terhadap penguasa Maanyan pada waktu itu, terutama karena mereka mungkin tidak memungut pajak. Tidak meminta upeti atau biaya apapun dari para pedagang dan masyarakatnya (mengingat bahwa hal itu bertentangan dengan adat orang Maanyan). tetapi setelah Portugis menyerang dan menduduki Malakapada tahun 1511, banyak ulama, bangsawan, dan saudagar malaka kehilangan pijakan. nansarunai (yang sudah menjadi Banjar) yang sudah ditinggalkan oleh penguasa Majapahit, menjadi tempat pelarian yang ideal.
Maka dikisahkanlah, dalam legenda Maanyan, tentang seorang pedagang besar Melayu yang bermukim di Banjar (orang Maanyan tetap menyebutnya Nansarunai) yang oleh orang Maanyan diberi gelar Pa Dayar, karena dia sering berlayar, yang menjadi berang karena petinggi Maanyan yang berkuasa waktu itu terlibat percintaan dengan isterinya yang sangat cantik. Dan dengan dalil bahwa mereka telah berzina, dia menuntut agar mereka dihukum mati (menurut hukum Majapahit, yang pada waktu itu masih dianggap berlaku, orang itu pun dihukum mati. Dan dalam suasana kekosongan kekuasaan yang telah terjadi setelah itu, Tuan Pa Dayar akhirnya mendapat dorongan dari teman-temannya untuk mengambil laih kekuasaan.
Kemungkinan dari situlah bermulanya berdiri Kesultanan Banjar oleh para Bangsawang pedagang dari Sriwijaya dan Malaka, yang pada waktu itu sudah beragama Islamdan menjadi pendukung kuat penyebaran Islam. Maka tidaklah mengherankan bahwa bahasa Sriwijaya (gabungan antara Jawa dan Melayu) kemudian menjadi bahasa resmi di situ, yang sekarang dikenal sebagai bahasa Banjar.
Pada masa itu kembali orang Maanyan dihadapkan pada dua pilihan, takluk kepada penguasa baru dan menjadi Islam (kata orang Maanyan: jari hakei) atau tetap mempertahankan adat Maanyan. sehingga mereka terpecah, ada yang masuk Islam dan melepaskan adat Maanyan, terutama dari kalangan pedagang, para pekerja, dan orang kebanyakan. Dan ada pula yang memilih memegang teguh adat, yaitu dari kalangan pemuka adat, rohaniwan dan para pendekar perang bersama kaum keluarga mereka. Dan karena terdesak, akhirnya mereka mereka meninggalkan Nansarunai. Dalam kurun waktu yang sangat panjang (mungkin antara tahun 1550 sampai dengan tahun 1750) kelompok ini menjalani proses semakin terdesak ke pedalaman, menelusuri lereng pegunungan Meratus dan daerah aliran sungai Barito ke Timur Laut. Maka jika kita perhatikan nama-nama kampung sepanjang jalan dari Martapura sampai Tamiang Layang, seperti Binuang, Angkinang, Haruyan dan Taniran.
Selama proses yang panjang itu, banyak lagi orang Maanyan yang berubah pikiran dan menyatakan diri ‘bergabung’ dengan kelompok Islam dari Kesultanan Banjar. tetapi tetap ada yang setia dan bertahan pada adat Maanyan. Salah satu dari kelompok terakhir ini, di bawah pimpinan Urya Damung Napulangit dan beberapa orang adiknya, kemudian sampai dan menetap di Siung, di tepi sungai Siung, sebelah Barat Daya Tamiang Layang sekarang. Orang-orang asal Nansarunai yang tetap taat pada adat Maanyan dan belum mau menerima ‘agama baru’ itulah yang kemudian bertumbuh menjadi kelompok masyarakat yang sekarang disebut dan menyebut diri mereka: Maanyan.
RAMAI-RAMAI MENINGGALKAN SIUNG
Tetapi sangatlah keliru untuk menyimpulkan bahwa semua orang Maanyan yang ada sekarang adalah keturunan Urya Dammung Napulangit dan adik-adiknya. Sebab sebenarnya ada indikasi kuat bahwa jumlah orang Maanyan yang tergiring ke pedalaman itu cukup banyak dan terpencar ke beberapa penjuru. Hanya saja kelompok Urya Dammung Napulangit membawa beserta mereka perangkat adat yang lebih lengkap, baik perangkat kerasnya, yaitu benda-benda adat, maupun perangkat lunaknya, berupa tokoh-tokoh adat yang masih mengetahui secara rinci tatacara upacara adat, ayat-ayat yang harus diucapkan pada setiap upacara, dan hukum adat yang dulu diwariskan oleh nenek moyang Maanyan dari Nansarunai.
Karena itu, daerah Siung dan sekitarnya dengan cepat berkembang menjadi pusat adat Maanyan. Banyak upacara adata diselenggarakan di Siung, dan banyak orang datang untuk belajar dan berkonsultasi soal-soal adat. Namun suatu ketika terjadi malapetaka besar di Siung ini, yaitu hampir selusin orang mati pada hari yang samakarena dipagut ular kecil dari balik sampah tempurung kelapa. Maka tua-tua adat berpendapat bahwa mereka ‘diminta’ pindah dari desa itu. Lalu sebagian mendirikan desa Siung Baru, namun benda-benda adat dan tua-tua adat pindah ke Murutuwu dan Telang. Sehingga jadilah Telang dan sekitarnya sebagai pusat adat Maanyan sampai tahun 1960-an (sebelum orang Maanyanramai-ramai masuk Islam dan Kristen) Pada zaman Belanda, Telang pernah dijadikan Ibukota Wilayah Administratif Barito Timur.
Setelah penduduk Maanyan bertambah banyak lagi, dan tempat tinggal mereka semakin terpisah dari Telang, timbullah kesulitan baru dalam hal peribadatan, khususnya Ijambe yang merupakan upacara paling akbar dari orang Maanyan.
Pertama, letak Telang semakin jauh. Dan kedua, biaya penyelenggaraan upacara itu sangat tinggi bagi warga Maanyan yang hanya bertani, apalagi bagi yang bertempat tinggal jauh. Akibatnya, lalu timbul semacam perpecahan adat: Yaitu kelompok yang tinggal jauh dari Telang memberanikan diri mengadakan Ijambe terpisah dari Telang, yaitu di desa mereka sendiri. Dalam perkembangan selanjutnya cara-cara yang mereka kembangkan itu menjadi agak berbeda dan semakin disederhanakan. Sementara tua-tua adat yang berkedudukan di Telang dan sekitarnya berkeras bahwa tatacara upacara adat itu harus tetap dipegang teguh, tidak boleh diubah sedikitpun, dan sedapat mungkin diadakan di daerah Telang yang sudah dijadikan pusat adat.
Dari perpecahan tersebut timbullah dalam masyarakat Maanyan apa yang sekarang disebut ‘paju epat’ yang tetap teguh mempertahankan kemurnian adat, atau kelompok konservatif, dan kelompok ‘kampung sepuluh’ dan ‘banua lima’ yang berani menyederhanakan adat, atau kelompok reformis.
USUS YANG BERSAMBUNGAN
Namun perpecahan adat tidak pernah sampa memecahbelahkan masyarakat Maanyan sebagai suatu keluargabesar. Masing-masing tetap mengaku Maanyan, tetap merasa bersaudara, dan tetap saling memperhatikan. Rasa persaudaran adalah sangat kuat di kalangan Maanyan, yang mungkin berakar dari rasa senasib sepenanggungan mereka selama dalam pengembaraan panjang dari Nansarunai ke siung dulunya. Dalam bahasa Maanyan, bersaudara disebut ‘ipulaksanai‘ (bersambungan usus), dan berhubungan keluarga berarti mempunyai hubungan darah (berasal dari nenek moyang yang sama) baik dari garis keturunan ayah maupun dari keturunan ibu. Artinya, orang Maanyan melihat setiap anak adalah ‘pecahan diri orang tuanya’, dan setiap warga adalah kepingan-kepingan dari satu ‘tubuh besar’ yaitu nenek moyang mereka. Dengan demikian sesama maanyan itu sesungguhnya adalah ‘kepingan lain’ dari dirinya sendiri, dan perlu dihargai seperti diri sendiri.
Karena itu, terhadap saudara dan kaum keluarga sendiri, orang Maanyan dididik sejak kecil untuk wajib saling menolong, saling peduli, setia dan jujur. gotong royong dan peduli kawan sudah diajarkan sejak dini. Dan karena setiap orang Maanyan itu kalau ditelusuri adalah berasal dari nenek moyang yang sama, maka sikap-sikap persaudaraan tadi diberlakukan dari sifat-sifat orang Maanyan yang jujur, terbuka, peduli terhadap sesama, dan suka bertolong-tolongan sampai sekarang.
BERSATU DI SURGA-BAKA
Begitu kuatnya ikatan persaudaraan di kalangan Maanyan, sampai-sampai kalau mereka sudah mati pun harus tetap, dan bahkan semakin dipersatukan. Salah satu alasan penolakan orang Maanyan terhadap agama asing dulunya adalah mereka takut roh mereka nantinya tidak akan bertemu dengan roh kaum keluarga dan nenek moyang mereka yang sudah lebih dahulu meninggal. Sebab, kalau sudah menganut agama baru, itu berarti upacara adat kematiannya berbeda, dan dengan demikian mengantar roh mereka masuk ke sorga yang berbeda pula, bukan ke sorga orang Maanyan dimana roh nenek moyang mereka telah lebih dahulu berada. Keterpisahan dari kaum keluarga di sorga -bak adalah suatu kengerian besar bagi orang Maanyan, apalagi jika dilakukan dengan sengaja, karena itu berarti ‘untuk selamanya terpisah’.
Dan ini pulalah alasannya mengapa ritus kematian menjadi sangat sentral dalam adat Maanyan. Sebb upacara adat kematian itu mempunyai makna sangat penting. Pertama, upacara itu dimaksudkan untuk menyelamatkan roh seseorang supaya dia sampai ke sorga-baka. dan kedua, jika dia telah sampai ke sorga-baka, maka itu berarti dia telah dipersatukan dengan kaum keluarga dan nenek moyangnya yang sudah dahulu meninggal, yang merupakan ‘kebahagiaan abadi’ di mata orang Maanyan.
Di sini kelihatan konsep orang Maanyan tentang hidup dan kematian. Hidup, bagi mereka, bukanlah suatu akhir, melainkan hanya ’suatu kepergian sementara untuk berusaha’ (bahasa Maanyan: santurui) mengumpulkan harta kekayaan yang akan menjadi milik abadinya di sorga-baka. karenaya, kebanyakan orang Maanyan itu rajin dan suka bekerja keras untuk mengumpulkan harta kekayaan bagi dia dan keluarganya, dan apabila dia meninggal maka semua harta miliknya yang penting-penting harus ikut dikuburkan.
Sedangkan kematian adalah keterpisahan antara roh dan tubuh. kematian adalah suatu kematian tubuh, dan rohorang mati adalah roh yang tidak mempunyai tubuh. Karena tidak lagi mempunyai tubuh, maka roh orang mati dianggap tidak bisa bekerja dan berusaha lagi, dan harus segera kembali ke ‘negeri’ asalnya dimana dia tidak perlu lagi bekerja dan berusaha. Namun setiap roh orang yang sudah mati tidak mengetahui ‘jalan’ menuju ke negeri asalnya tersebut, yaitu sorga-baka, dan tidak akan dapat pergi sendiri ke sana. hanya para rohaniwan (bahasa Maanyan: pisamme) yang mengetahui jalannya, karena mereka diajar dan ditahbiskan untuk tugas itu, dan dengan demikian ‘dimampukan’ untuk ‘berubah dan terjun terjun sementara’ ke wujud dan dunia roh untuk membantu menggiring roh-roh itu menjalani ‘jalan’ ke surga-baka dengan selamat. Untuk inilah upacara adat kematian Ijambe itu dilakukan, yaitu untuk mengantar para roh ke sorga-baka.
lalu makna yang lebih dalam lagi dari ikatan persaudaraan dalam masyarakat Maanyan, yaitu keluarga yang hidup diwajibkan menyelenggarakan Ijambe bagi keluarganya yang sudah mati agar mereka selamat sampai di sorga-baka dan dipersatukan dengan kaum keluarga yang sudah lebih dahulu berada disana. Sehingga di kalangan maanyan ada ungkapan yang cukup terkenal: yaitu orangtua berkewajiban mengurus dan membesarkan anak-anaknya, dan sebaliknya anak-anak berkewajiban menyelenggarakn Ijambe bagi orangtuanya. Dan bagi orang Maanyan, adalah suatu dosa besar apabila mereka tidak mengadakan ijambe bagi keluarga mereka yang sudah mati karena itu berarti membiarkan roh mereka tidak masuk sorga-baka, yaitu tidak selamat.
DI SINI TIDAK ADA NERAKA
Pandangan Maanyan tentang keselamatan ini memang sangat menarik, yaitu bahwa keselamatan seseorang tidak ada hubungannya dengan dosa-dosanya di dunia, tetapi semata-mata ditentukan oleh diadatkan atau tidak diadatkannya kematian. Apabila kematiaannya diadatkan dengan benar, maka roh seseorang sudah pasti masuk sorga-baka. Tetapi jka tidak diadatkan dengan benar, maka rohnya akan ‘tersesat disimpang jalan, tersangkut onak duri pepohonan, tersesat di padang gurun gersang, terikut ombak gansa lautan luas’. (terjemahan dari : tawang kannyu erang tumpa lalan, angkeng kedeng hang iwu jumpun haket, tawang ma ulung kakenreian, umbak basikunrung bakir). Dalam kata lain mereka akan menjadi roh gaib di dunia lain, yaitu hantu. Dan pada saatnya nanti akan membawa keburukan kepada keluarga yang masih hidup.
Tetapi itu bukanlah neraka orang Maanyan. Itu hanya berarti bahwa roh orang mati tersebut tetap berada di dunia fana ini, sama dengan orang-orang yang masih hidup, hanya berbeda wujud. Padahal kehidupan di dunia ini penuh dengan berbagai tantangan duniawi, dan seseorang harus bekerja keras dan berjuang melawan tantangan itu. Bagi orang yang masih hidup, dia masih mempunyai tubuh untuk melakukan segala daya-upaya dalam menghadapi tantangan itu. Tetapi bagi roh yang sudah tidak memiliki tubuh, dia aka terombang-ambing seperti disebutkan di atas.
Neraka dalam pengertian sebagai ‘tempat hukuman’ tidak ada dalam konsep Maanyan. Mereka tidak mengenal penghukuman sesudah mati. Apabila seseorang melakukan keslahan itu harus dia tebus secara adat selagi dia hidup, yaitu segera setelah kesalahan itu diketahui.Dan apabila suatu pelanggaran telah diselesaikan secara adat dengan baik, maka lunaslah pelanggaran itu.
HIDUP MENURUT ADAT
Untuk itu, maka dalam masyarakat Maanyan ada hukum adat yang khusus mengatur cara-cara penyelesaian berbagai pelanggaran adat yang terjadi dalam masyarakat. Umunya, pelanggaran-pelanggaran itu harus dilunasi dengan membayar denda, ditambah dengan kewajiban untuk mengadakan ‘selamatan’, pesta kecil dengan mengorbankan hewan piaraan (seperti ayam atau babi) yang darahnya diambil untuk menepungtawari pihak-pihak yang tersangkut, dan dengan demikian ‘memulihkan’ kerusakan-kerusakan yang telah terjadi akibat pelanggaran itu. Sebab, suatu pelanggaran adat adalah suatu ‘gangguan terhadap suatu keharmonisan dan hubungan baik’, baik antara sesama manusia maupun antara manusia dan lingkungannya. Gangguan itu, selain merusak kelancaran kegiatan hidup sehari-hari, juga dapat mengundang kemarahan dari para dewata yang dapat menurunkan malapetaka bagi warga masyarakat di tempat pelanggaran itu terjadi.
Beberapa perbuatan yang biasanya dianggap pelanggaran serius, antara lain : pembunuhan, pencurian, penghinaan terhadap orang tua dan tua-tua adat, perzinaan, dan perbuatan yang tidak wajar (seperti berhubungan seks dengan hewan). Terhadap orang-orang yang telah melanggar adat, masyarakat Maanyan biasanya sangat punitif, tidak mudah mengampuni. Walaupun kesalahan mereka secara adat telah dipulihkan, tetapi khalayak ramai akan menjadikannya bahan ejekan. Dalam perkumpulan mereka akan selalu disindir, dan sampai mati akan terus dijauhi. Sebab itu, orang Maanyan paling takut melanggar adat, dan menjauhi diri dari perbuatan dan sifat-sifat yang mengarah ke pelanggaran adat.
BANYAK CARA UNTUK KAWIN
Namun demikian, rasa takut pada adat sering dikalahkan oleh gelora cinta. nampaknya ada suatu kecenderungan dalam masyarakat Maanyan, bahwa pelanggaran adat yang agak menonjol adalah di dunia cinta-mencinta. Idapa adalah bahasa maanyan yang berarti ‘bermain asmara dengan orang yang bukan pasangannya’, dan merupakan kasus yang hampir sering terjadi dalam masyarakat Maanyan. Dibanyak kampung biasanya ada saja lelaki yang cintanya overdosis, yang dalam bahasa Maanyan disebut pamawei, dan suka menggoda lawan jenisnya. Anehnya, sebutan pamawei itu kadang-kadang mempunyai konotasi yang tidak negati dalam masyarakat, bahkan ada yang merasa bangga karenanya.
Sejarah masa lalu bangsa Maanyan juga banyak dibumbui oleh cerita roman percintaan. konon dunia ini dulunya hanya kecil saja, dan baru menjadi besar setelah ada dua muda-mudi sedang mabuk cinta berkejar-kejaran. ke mana saja mereka berlari kesitu duni melebar. Dan yang agak gawat adalah cerita-cerita sebelum tidur bagi anak-anak Maanyan, ternyata banyak yang sudah bermuatan percintaan kelas berat. ini telah membuat banyak remaja Maanyan, terutama yang pria, sedikit ‘nakal’ terlalu dini. Dilain pihak, ternyata hukuman terhadap pelanggaran adat di bidang percintaan rata-rata tidak berat. Seperti ada semacam toleransi terhadap kelemahan manusia dalam mengontrol gejolak cintanya. sehingga tidak mengherankan jika hukum adat Maanyan memberi kelonggaran dalam hal perkawainan dan perceraian. Cara-cara menikah dipermudah, poligami dibolehkan, dan perceraian diizinkan. Orang yang tidak sabar untuk mengikuti proses perkawinan yang memang agak panjang, dapat mengambil jalan pintas dengan cara ijari (kawin lari), dan menyatakan diri ingin dikawinkan dengan seseorang (menyerahkan diri diri ke rumah seseorang yang dicintai). Tetapi suatu perkawinan yang baik, yang terhomat, yang agung, adalah perkawinan antara seorang bujang dan dara yang disalurkan melalui orangtua atau wali masing-masing. Prosesnya selalu dimulai dengan meminang, mengantar mempelai laik-laki, dan dilanjutkan dengan upacara pernikahan yang tentu saja memerlukan banyak biaya.
SAMA RASA ITU PERLU
Kendati begitu, kasus perceraian ternayata kurang menonjol. Kalau pun terjadi sautu perceraian, alasannya sangat jarang karena pihak ketiga. Alasannya perceraian yang paling sering adalah ketidakcocokan pribadi, misalnya sama-sama keras kepala. Dan yang sedikit menarik adalah adanya budaya ‘membuang’ pasangan yang tidak disukai oleh keluarga, misalnya karena pasangannya pemalas atau penjudi.
Rendahnya angka perceraian ini mungkin dapat dihubungkan dengan konsep orang Maanyan tentang pernikahan, yang dilihat sebagai pemeteraian suatu ikatan persaudaraan baru. Apabila dua orang sudah dinikahkan secara adat, maka mereka bukan saja hanya diteguhkan menjadi suami-isteri, tetapi juga telah menjadi ’saudara’. Begitu juga keluarga masing-masing mempelai ikut terikat dalam suatu ikatan persaudaraan oleh pernikahan itu, sehingga ikatan perkawinan itu menjadi sangat kuat dan tidak mudah dilepaskan.
Dari sisi lain, para orangtua yang mengatur perjodohan anak-anak mereka mempunyai kiat-kiat khusus untuk menghindari perpecahan di belakang hari. Slah satunya adalah dengan mengikuti nasihat Nini Punnyut (seorang rabiah Maanyan) yang terkenal bijaksana dalam mengatur perkawinan, yaitu menjodohkan orang yang ’sama rasa’. Dalam taliwakas dikatakan bagaimana Nini Punnyut mengatur perkawinan yang pertama-tama bagi sebelas pria dan duabelas wanita. Konon diadakanlah satu jamuan makan, dengan menghidangkan daging musang yang sangat enak. Setelah selesai makan, Nini Punnyut lalu mulai menanyai setiap yang hadir, yaitu menanyakan bagaimana menurut di rasa masakan yang baru dimakannya. Apabila ada seorang bujang memberi jawab sama dengan seorang dara, maka mereka dijodohkan. Dan akhirnya ke semua yang hadir itu mendapatkan jodohnya masing-masing, di mana di antaranya ada dua wanita sama rasa dengan seorang pria sehingga mereka dimadu.
DIIKAT OLEH DARAH
Selain karena perkawinan, suatu ikatan persaudaraan baru dapat juga terjadi karena pengangkatan, misalnya mengangkat anak atau maengangkat saudara (saling berjanji menjadi saudara). Walaupun secara statistik angak pengangkatan anak dan pengangkatan saudara di kalangan Maanyan renda, tetapi praktiknya ada dan di dalam adat disamakan dengan istiadat pernikahan, yaitu harus melalui peneguhan adat.
Bahwa pengangkatan anak dan pengangkatan saudara sampai timbul dalam hukum adat Maanyan tidak lain karena mereka melihat ikatan persaudaraan itu sangat penting untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat. dengan dimungkinkannya seseorang diangkat saudara dan diangkat anak maka orang yang tadinya hanya mempunyai ikatan kekeluargaan jauh, atau bahkan orang yang belum mempunyai hubungan keluarga (orang asing) dapat masuk ke lingkungan Maanyan tanpa merusak keharmonisan.
Untuk meneguhkan suatu ikatan persaudaraan biasanya diperlukan darah (darah ayam atau babi). Pihak-pihak yang diteguhkan harus ditepungtawari dengan darah itu. Ini karena orang Maanyan memandang suatu ikatan persaudaraan yang ideal adalah hubungan karena sedarah. Dengan memercikkan darah yang sama ke tubuh orang yang diteguhkan itu menimbulkan bahwa setelah itu mereka menjadi sedarah.
KASTA PUN DITIADAKAN
Sebagai konsekuensi logis dari kehidupan bermasyarakat yang dilandaskan pada sila kekeluargaan, adalah hilangnya unsur-unsur kelas dalam masyarakat Maanyan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka, khususnya sejak mereka menetap di Barito Timur, tidak terlihat adanya tanda-tanda yang kuat bahwa anggota masyarakatnya terbagi dalam kelas-kelas. Yang selalu menonjol adalah suasana keakraban. Orang kaya akrab dengan orang miskin, Pangkalima akrab dengan muridnya, dan seorang paman atanu tante akrab dengan keponakannya. Bahkan anak-anak pun tidak terlihat terlalu dididik untuk sangat hormat pada orangtua. Bagi orang-orang yang bersaudara kandung, panggilan kakak atau adik untuk membedakan senioritas umur, yang begitu populer di Jawa, di kalangan Maanyan kurang mendapat tempat. padahal, dalam bahasa maanyan asli didapati beberapa kosa-kata yang menunjukkan adanya kelas-kelas sosial di masa lalu. Terutama dalam hal penyimpanan abu jenazah sesudah dilakukan Ijambe, sampai tahun 1940-an masih dibicarakan oleh para ahli adat perihal tempat abu bagi orang dari kelas bangsawan dan rohaniwan. Kini semuanya itu tinggal kenangan. Satu-satunya sistem senioritas yang masih bertahan adalah sistem garis keturunan. Bapak-bapak yang sudah mempunyai keturunan diberi gelar ammah atau inneh (untuk wanita); yang sudah mempunyai cucu diberi gelar kakah atau nini (bagi wanita); dan bagi yang sudah mempunyai cicit bergelar datu dan dara (bagi wanita).
peran wanita dan pria dalam masyarakat Maanyan adalah setara. Dalam kegiatan sehari-hari, di rumah dan di pesta-pesta adat, mereka mempunyai peran yang seimbang. Dalam upacara peneguhan perkawinan, umpamanya, jumlah tua-tua pria dan wanita yang akan menepungtawari pengantin harus berimbang. Dan yang sangat nyata sekali adalah dalam hukum adat mengenai warisan, anak pria dan anak wanita mempunyai hak sama.
dan khusus mengenai hukum warisan in, ada satu hal yang sangat menarik dalam hubungannya dengan perkawinan. Yaiut bahwa dalam istiadat perkawinan orang Maanyan ada semacam pengaturan status setelah menikah. seseorang yang mengikuti pasangannya (naharak) akan kehilangan haknya sebagi pewaris. Tetapi seseorang yang diikuti pasangannya, entah pria atau wanita, akan diberi hak penuh.
BERSAHABAT DENGAN ROH HALUS
Selain mengatur cara penyelamatan roh orang mati (adat kematian), memulihkan keharmonisan (adat penghukuman0, dan meneguhkan ikatan baru (adat peneguhan, adat Maanyan juga mengandung banyak norma pergaulan dengan alam lingkungan. Pelanggaran terhadap norma-norma ini biasanya tidak membawa konsekuensi adat tetapi akan berakibat buruk kepada si pelanggar berupa sakit-penyakit, kecelakaan, atau bahkan kematian.
Sebab setiap objek dalam lingkungan mempunyai rohnya masing-masing, yang apabila terganggu dapat melakukan pembalasan. Maka untuk menghindari permusuhan daengan alam lingkungannya, mereka memilih untuk memperlakukannya secara sopan. Untuk itu, dan sesuai dengan pengalaman, mereka telah menetapkan cara-cara tertentu, baik berupa etiket, maupun upacara, yang perlu dilakukan dalam bergaul dengan roh-roh duniawi tersebut. Misalnya, kalaumau makan di hutan, atau di luar rumah, maka sebelumnya mereka wajib membagikan sebagian dari makanan itu kepada roh-roh yang tidak kelihatan yang ada disekitar situ, dengan cara menaburkannya ke beberapa penjuru sambil berkata sipapulun (kubagikan bagi kalian). dan setelah panen, orang Maanyan wajib ‘memberi makan’ alat-alat pertanian mereka, terutama yang terbuat dari besi, agar benda-benda itu tidak marah dan menyebabkan mereka terluka di kemudian hari. Bukan hanya itu, orang Maanyan juga mengakui keberadaan berbagai makhluk gaib di dalam dunia ini. Diantaranya, ada yang mereka sebut nanyu yaitu dewa langit yang berkuasa menimbulkan guntur dan kilat, hujan dan angin ribut. Nanyu dipercayai sebagai penjaga keharmonisan. Apabila manusia melakukan pelanggaran, lupa kepada adat dan ajaran nenek moyang, nanyu ini akan beraksi dan menimbulkan hujan badai yang dalam bahasa Maanyan disebut : rume lulun. Ada lagi yang disebut jin dan kariau yang wujudnya tidak begitu jauh berbeda dari manusia, tetapi hidup secara gaib, dan memiliki suatu keunggulan tertentu dibandingkan dengan manusia biasa. Bagi orang Maanyan makhluk ini dapat dijadikan mitra gaib dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, atau rahasia keunggulannya dapat dipelajari untuk menambah kekuatan diri seseorang. Kemudian, ada yang disebut hantu (bahasa Maanyan: alah), ada monster bawah tanah yang mereka sebut jiwata, dan makhluk “jejadian’ yang mereka sebut bajat.
Terhadap kesemua kekuatan di atas, orang Maanyan tidak menyembah satupun, merek hanya mengikuti eksistensinya, dan karena itu bersedia mengadakan kerja sama saling menguntungkan. Bahkan bagi mereka kekuatan-kekuatan itu sebagian dapat dihindari, dicegah, dinetralisir, dan sebagian lagi dapat diajak bekerja sama, dilawan, atau malah dapat dikalahkan. Artinya, mereka tidak menganggap ada kekuatan yang lebih tinggi daripada Manusia, melainkan setara. Sikap ini dapat dilihat dalam kalakar di mana disebutkan bahwa kekuatan-kekuatan itu bermula dari sesama manusia yang dulunya memilih cara hidup yang ‘lain’. Jadi ada semcam paham equalitas antara manusia dengan kekuatan-kekuatan gaib yang ada dalam alam lingkungannya. Orang kebanyakan sekali pun, jika mau belajar dan menambah kekuatan dirinya, bisa juga menjadi ‘gaib’ dan akan ditakuti oleh makhluk-makhluk itu.
Inilah sebabnya, dalam proses pendewasaan diri, orang Maanyan berusaha mengisi dirinya dengan berbagai kekuatan baru. Ada yang bertapa (bahasa Maanyan : nyama), ada yang mengikat persahabatan denagn jin, dan ada yang memakan atau menyimpan berbagai macam minyak dan ramuan.
Namun demikian, adalah sangat menarik bahwa di kalangan orang Maanyan sama sekali tidak didapati adanya orang yang bersahabat dengan roh gaib dengan maksud jahat, seperti untuk mencuri (setan gundul).
KERAS NAMUN ROMANTIS
Untuk memenuhi hajat hidupnya, orang Maanyan terpaksa harus bekerja keras. Pandangan mereka bahawa setiap warga masyarakat adalah anggota keluarga, dan hukum adat yang melarang segala bentuk pencurian, tidak memberikan tempat bagi orang Maanyan untuk berlaku curang atau berlaku jahat terhadap sesama.
Hidup bagi orang Maanyan adalah suatu kedatangan di dunia untuk berusaha, yang harus ditempuh dengan perjuangan dan kerja keras. karen itu konsep kedewasan mereka juga sangat dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk berusaha mencukupkan keperluan hidupnya, dengan daya guna yang dapat diberikannya baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Karena itu, ibu-ibu dalam mendidik anaknya sangat sering menggunakan kata-kata ‘berguna’ dan ‘tidak berguna’ Maksudnya adalah mengajar anak-anak untuk rajin dan suka bekerja keras untuk menghasilkan susuatu, agar mereka itu dinilai berguna oleh orang lain.
Orang Maanyan sangat mengagungkan kerja keras. Orang-orang yang ladangnya luas dan padinya banyak akan selalu dijadikan contoh. Sebaliknya orang yang miskin karena malas akan dijadikan ejekan. Pemberani, gagah perkasa, dan suka bekerja keras, itulah figur ideal putra Maanyan. Sehingga tidak mengherankan jika orang-orang Manyan bertumbuh menjadi para pekerja “super keras”, bahkan cenderaung gila kerja. sampai pada tahun 1960-an, misalnya, adalah tidak aneh melihat orang Maanyan selesai bekerja jam dua pagi, tidur dua jam, dan mulai bekerja lagi jam empat pagi.
Namun dibalik sifat yang suka bekerja keras itu tersembunyi bakat-bakat seni. apabila ada pesta adat, ladang-ladang akan ditinggalkan sebentar pada anak-anak, dan kebun dibiarkan kosong. Selain untuk membantu bekerja, mereka mengahdiri upacara adat untuk berhibur diri dan menyalurkan denyut-denyut seni dalam darah mereka. Dan bagi para bujang dan dara, upacara adat adalah kesempatan untuk berliarik-lirik ria, terutama pada waktu ikansang, yaitu mengantarkan makanan secara bersambungan ke depan para tamu undangan.
Sudah menjadi kebiasaan bagi orang maanyan untuk menutup setiap kegiatan adat (bahasa Maanyan : gawe) dengan semacam ’suasana gembira’. Pada acara aini tuan rumah akan mengeluarkan buli-buli tuaknya. sambil minum tuak, para tua-tua akan mengadakan ‘dialog’ dengan bahasa indah hanya untuk memilih siapa di antara mereka yang pantas untuk nutup tarung dan menutup acara itu. Inilah saat paling berkesan bagi para tua-tua dan hadirin, dimana mereka akan mendengar dan bahkan ikut terlibat dalam ‘dialog’ dengan kata-kata indah. Momen-momen penting akan selalu menjadi kenangan, dan ucapan-ucapan bernilai seni tinggi akan selalu dikutip di kemudian hari.
Dialog dengan kata-kata indah ini lebih berdimensi lagi bagi para bujang dan dara. Sebab bagi mereka bahasa indah itu dipakai bukan untuk urusan adat, tetapi untuk berbicara tentang degub-degub cinta di dada. Pada acara adat para bujang dan dara itu bersua, dan pada malam-malam bulan purnama sesudahnya mereka akan berjumpa, dan berkata-kata dalam bahasa itu, untuk mencaritahu kalau-kalau antara mereka berdua ada ‘kesamaan rasa’. Atau, jika malam tidak berbulan mereka akan berkirim salam melalui alunan suara seruling atau gambang. Maka jika seseorag duduk-duduk membakar jagung di malam yang kelam di kawasan perladangan orang maanyan akan terdengar alunan-alunan sendu itu, yang selalu berarti sedang ada hati berjuang melawan sepi. Disebabkan oleh adanya semacam kewajiban tidak resmi bagi seseorang untuk dapat berdialog dalam bahasa indah itu, membuat setiap oarang Maanyan giat mempelajarinya. Itu membuat menajdi kreatif, dan mempunyai daya khayal yang tinggi, sehingga banyak orang Maanyan memiliki bakat sastra yang baik. Mereka juga menyukai kesenian, tidak malu-malu untuk tampil, dan pandai berkata-kata. orang-orang yang mempunyai bakat seni tinggi, pandai bermain musik dan pandai berkata-kata, akan sangat dihormati di kalangan masyarakat Maanyan.
Terlepas dari unsur budaya dan hiburannya, ada sisi lain yang cukup menarik dari acara-acara itu, yaitu selalu tersamar dalam setiap pembicaraan adanya ’suatu kerinduan’ untuk mendapatkan kembali kebesaran masa lampau 9ketika mereka masih berada di Nansarunai). “Di manakah ada ahli mantra, penyair ulung yang agung, yang dapat menghidupkan tupai mati, membangunkan bangkai musang?” Kata lagu-lagu mereka. “Barangkali dia mampu mendirikan Sarunai Baru, membangun balai adat anyar”. Dan akan disahut oleh lagulain lagi : “Percuma dikenang masa lalu, tak guna diingat yang lalu-lau, karena Sarunai Permai sudah dihancurkan, bumi makmur telah dibumihanguskan”. Jika kalimat-kalimat ini mempunyai suatu arti, maka artinya hanya satu : yaitu orang-orang Maanyan ini boleh jadi bukan berasal dari liang batu bumi kalimanta, tetapi warga terhormat dari suatu kerajaan besar yang telah hilang.
MENJALA KALONG DI UDARA
Sebagai petani pekerja keras, orang Maanyan biasanya memiliki ladang-ladang yang luas. padang ilalang yang dulu membentang dari Martapura sampai di Tamiang Layang mungkin merupakan jejak-jejak perladangan mereka. Baru setelah pohon pararaba (karet) diperkenalkan oleh Belanda pada pertengahan abad ke-18, orang Maanyan tidak meninggalkan bekas ladangnya menjadi padang ilalang tetapi menanaminya dengan karet. Itu sebabnya dari Tamiang Layang ke Buntok, tidak lagi banyak padang ilalang tetapi banyak pohon karet. dan sekarang daerah itu merupakan penghasil karet rakyat yang cukup lumayan.
Dalam berburu, orang Maanyan menunjukkan cara-cara yang lebih unggul. Mereka tidak hanya berburu pada siang hari, tetapi juga malam hari, tidak hanya di darat, tetapi juga di sungai dan danau. Bahkan untuk menangkap burung dan kalong , serta mengambil sarang lebah, mereka memanjat pohon-pohon besar dan tinggi. Berbagai macam perangkap mereka ciptakan. Manyuar (berburu pakai lampu), Neen (menangkap burung dengan lidi bergetah), dan maluh (menjaring kalong di udara) barangkali hanya terkenal di kalangan Maanyan.
RUMAH KECIL DI TEPI LADANG
Apabila di suatu daerah pertanian telah jenuh, ditanami karet atau buah-buahan, orang Maanyan akan berpindah secara kelompok ke beberapa daerah baru untuk membangun ‘kawasan perladangan bersama. yang mereka sebut bantai. Di bantai inilah sebenarnya kebanyakan orang Maanyan menghabiskan waktu mereka, suami-isteri hidup bersama anak-anak, di sebuah rumah kecil di tepi ladang. suatu bantai yang tanahnya kurang subur mugkin hanya berumur satu dua tahun lalu ditinggalkan. Tetapi bantai yang tanahnya subur bisa ditempati lebih dari lima tahun dan kalau pun ditinggalkan untuk beberapa lama akan didatangi lagi. bahkan bantai-bantai yang subur ini jika letaknya cukup strategis, seperti di tepi sungai yang dapat dilayari perahu atau di pinggir jalan raya, dapat berubah status menjadi sebuah tumpuk. Yaitu kampung tempat menetap . Rumah di ladang , atau di bantai, bagi orang Maanyan adalah tempat tinggal sementara. rumah sesungguhnya, atau rumah ke mana mereka bisa pulang dan merasa ‘di rumah’ adalah rumah-rumah besar tumpuk, di mana harta pusaka disimpan dan seluruh saudara-saudara sedarah dapat berkumpul bersama. dalam hal ini, bagi orang Maanyan tumpuk adalah tempat bersenang-senang, sedangkan ladang (bahasa Maanyan : umetaun) adalah tempat bekerja, tempat santurui. Tumpuk adalah pusat kegitan adat, tempat adat dilaksanakan, tempat menyimpan benda-benda adat, dan tempat menetap, tempat kembali pulang setelah pergi santurui ke tempat lain.
BARU DIGANTI SETELAH MATI
Dengan demikian, unit paling kecil dari suatu masyarakat Maanyan adalah keluarga kecil (ayah, ibu, dan anak-anak yang tinggal di bantai). Unit berikutnya adalah keluarga besar yang menempati rumah besar di kampung, yang sesungguhnya adalah keluarga kecil yang sudah membesar karena ‘anak-anak’ sudah menikah. Karena keluarga besar ini terdiri dari beberapa keluarga kecil, maka diperlukan seorang koordinator. Kalau si ayah masih hidup tugas itu adalah tugas dia. Tetapi apabila si ayah sudah meninggal, peran itu dipikul oleh wali-asbah, yaitu salah seorang dari anaknya yang ditunjuk oleh si ayah untuk menggantikannya.
Sedangkan struktur pemukiman orang Maanyan terdiri dari beberapa bantai mengelilingi sebuah tumpuk kecil, dan beberap tumpuk kecil mengitari sebuah tumpuk besar (tumpuk hante). Tumpuk-tumpuk besar adalah tumpuk yang sudah dijadikan pusat adat, seperti Telang dahulu, atau tumpuk yang sudah menjadi pusat perdagangan, seperti Tamiang Layang, Ampah, dan Buntok sekarang. Adapun pola pemerintahan yang dianut oleh orang Maanyan adalah sistem ‘kekuasaan adat’ sesuai dengan pembawaan mereka sebagai ‘manusia adat’. Di bawah kekuasaan adat, petinggi orang Maanyan adalh seorang Dammung, yaitu seorang pemimpin spritual, panglima perang merangkap tokoh adat. Di bawah Dammung ini adalah para panglima (bahasa Maanyan : pangkalima), yaitu pendekar perang, dan beberapa tua-tua adat, yang masing-masing menjadi pengayom suatu kawasan permukiman. Tugas-tugas mereka adalah mengkoordinasikan kegiatan upacara adat dan keamanan, dan hubungan antara mereka hanya bersifat konsultatif.
Dalam sistem kekuasaan adat ini, kawasan-kawasan pemukiman, selain diikat oleh hubungan kekeluargaan, dipersatukan oleh adat. Artinya, yang menetukan tumpuk mana berhubungan dengan tumpuk mana, dan tumpuk mana yang dianggap pusat, semata-mata ditentukan oleh adat. Terlepas dari urusan adat dan kekeluargaan, setiap tumpuk adalah mandiri, terutama secara ekonomi dan pemerintahan. Sebab itu, setiap tumpuk biasanya memiliki perangkat pemerintahan dan adatnya sendiri. Sebagai jurubicara (pemimpin) tumpuk adalah seorang pamakai, (yang artinya: dia yang memulai), yaitu seorang tokoh senior yang dianggap sebagai pendiri, atau turunan dari pendiri tumpuk tersebut yang ditunjuk oleh tua-tua tumpuk (semacam dewan tumpuk. Dan terakhir, setiap tumpuk biasanya juga memiliki pangkalimanya sendiri. Namun berbeda dari jabatan pamakal dan tua-tua adat, jabatan pangkalima tidak dipilih dan tidak diangkat, tetapi melekat dengan sendirinya pada diri seseorang yang paling berpengalaman berperang dan memiliki banyak ‘ilmu’ di kampung itu.
Mengingat bahwa suasana kehidupan mereka di permukiman baru di wilayah Barito Timur itu dulunya hampir selalu dalam keadaan bahaya, karen perang antar suku dan agresi untuk memperebutkan lahan subur atau penyebaran agama, maka tokoh-tokoh yang paling berperan dalam kehidupan masyarakat Maanyan adalah para ‘pangkalima’ ini. Tua-tua adat dan para pamakal kebanyakan hanya memegang peran admnistratif, Tiap-tiap tumpuk biasanya berada di bawah perlindungan satu atau dua orang pangkalima, dan di wilayah-wilayah tertentu berkuasa seseorang pangkalima besar,yaitu seorang pangkalima senior yang dianggap ‘guru’ oleh beberapa pangkalima yunior. Begitu terhormatnya ‘para pangkalima’ ini, sehingga setiap anak lelaki Maanyan bercita-cita kelak dia akan menjadi seorang pangkalimabesar juga. Sebab itu , pada masa mudanya, cukup banyak pemuda Maanyan yang pergi dari rumah ayahnya untuk berguru, mengabdi kepada seorang pangkalima atau kepada ‘orang tua berilmu’.
Apabila seseorang telah menduduki suatu jabatan, maka dia akan menduduki jabatan itu sampai dia meninggal. Tidak pernah orang Maanyan mencopot sesorang dari jabatannya sewaktu dia masih hidup. Ini bukan karena orang Maanyan tidak berani melakukannya, tetapi karena dalam proses pemilihan mereka telah sangat berhati-hati, sehinga yang terpilih benar-benar orang yang dapat diandalkan. Dan seandainya pun mereka salah pilih, orang Maanyan mempunyai kepercayaan bahwa pemimpin yang tidak baik akan cepat berlalu. Ada suatu kuasa lain, yaitu kuasa nanyu sanyang, yang akan mengontrol setiap pemimpin, menghukumnya kalau dia curang atau tidak adil dan melindunginya kalau dia baik.
jabatan-jabatan tinggi dalam masyarakat Maanyan tidak ada yang diperuntukan turun-temurun, namun terbuka kepada siapa saja yang dapat membuktikan dirinya layak menjadi pemimpin. Hanya saja, kadang-kadang wibawa ayah menurun ke anak, dan dia bisa saja terpilih untuk menggantikan ayahnya.
Pada zaman pemerintahan Belanda, mereka menerjemahkan dengan benar pola-pola kepemimpinan Maanyan dan perangkatnya, yang lalu mereka kukuhkan untuk menopang kepentingan mereka. Hanya saja orang Belanda sangat kesulitan mengucapkan kata dammung sehingga terucap demmang. Sejak pemerintahan Belanda, dan juga pada awal-awal masa kemerdekaan Republik Indonesia, untuk mengatur kehidupan adat orang Maanyan, dan bahkan di wilayah di luar kawasan Maanyan, telah diangkat apa yang sekarang dikenal sebagai Demang Kepala Adat.
ORANG MAANYAN SEKARANG
Sekarang ini jumlah orang Maanyan yang masih mengaku Maanyan mungkin berkisar sekitar 250.000 juwa, tersebar di seluruh Indonesia, tetapi terutama di Kalimantan Tengah. Setelah Indonesia merdeka, dan orang Maanyan turut bergabung di dalamnya, wilayah permukiman orang Maanyan menjadi terbuka lebar kepada para pendatang, masyarakat non-Maanyan. Mereka pun berbaur dengan para pendatang itu sehingga perubahan-perubahan pada sifat-sifat dan tingkah laku mereka pun tidak terelakkan. Banyak yang sudah masuk Islam, ada yang masuk Kristen atau Katolik, dan ada yang pergi merantau dan kawin dengan orang non-Maanyan. Ternyata orang Maanyan cocok dan dapat bergaul dengan mudah dengan hampir semua macam corak budaya di Indonesia.
Namun demikian, ciri-ciri budaya Maanyan masih ada yang bertahan dan dapat dilihat sampai sekarang, seperti persaudaraan antara sesama Maanyan. Sifat-sifat senang menolong orang lain, jujur, dan rajin bekerja pun masih sering kelihatan. Tetapi satu hal yang nampaknya memang telah tenggelam, yaitu keinginan mereka untuk membangun nansarunai baru! Sebab ’suasana’ Nansarunai baru itu telah mereka dapatkan pada ‘alam’ kemerdekaan Indonesia.
selesai

Leia Mais…

Kekayaan, Kesuksesan atau Cinta : Pilihan Yang Sulit

Suatu ketika, ada seorang perempuan yang kembali pulang ke rumah,dan ia melihat ada 3 orang laki-laki berjanggut yang duduk di halaman depan.
Perempuan itu tidak mengenal mereka semua. Perempuan itu berkata: “Aku tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk menganjal perut.
Laki-laki berjanggut itu lalu balik bertanya, “Apakah suamimu sudah pulang?
Perempuan itu menjawab, “Belum, dia sedang keluar. “Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk.
Kami akan menunggu sampai suami mu kembali, kata laki-laki itu. Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi.
Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, “Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini.
Perempuan itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam. “Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama” , kata laki-laki itu hampir bersamaan.”Lho, kenapa? tanya perempuan itu karena merasa heran.
Salah seorang laki-laki itu berkata, “Nama dia Kekayaan,”katanya sambil menunjuk seorang laki-laki berjanggut di sebelahnya, dan “sedangkan yang ini bernama Kesuksesan, sambil memegang bahu laki-laki berjanggut lainnya. Sedangkan aku sendiri bernama Cinta.
Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa diantara kami yang boleh masuk ke rumahmu.
Perempuan itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan laki-laki di luar. Suaminya pun merasa heran. “Oh…menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan.
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, “sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen gandum kita. “
Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah, “Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Cinta yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Cinta.
Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka, “Baiklah, ajak masuk si Cinta ini ke dalam. Dan malam ini, Si Cinta menjadi teman santap malam kita.
Perempuan itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 laki-laki itu. “Siapa Anda yang bernama Cinta? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini.
Si Cinta bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah.
Oh..ternyata, kedua laki-laki berjanggut lainnya pun ikut serta.
Karena merasa ganjil, perempuan itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan. “Aku hanya mengundang si Cinta yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?
laki-laki yang ditanya itu menjawab bersamaan, “Kalau Anda mengundang si Kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar.
Namun, karena Anda mengundang si Cinta, maka, kemana pun Cinta pergi, kami akan ikut selalu bersamanya.
Dimana ada Cinta, maka Kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami buta. Dan hanya si Cinta yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus.
Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini.

sumber : ebook tambahkan cinta & kurangi benci

Leia Mais…

Survival

Survival berasal dari kata “survive” yang artinya berjuang untuk tetap hidup, dalam arti luas Survival adalah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan hidup.survival merupakan kehidupan dengan waktu mendesak untuk melakukan improvisasi yang memungkinkan. kuncinya adalah menggunakan otak untuk berimprovisasi. kita harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar kita dari apa saja yang tersedia di sekitar kita.
Statistik membuktikan hampir semua situasi survival mempunyai batasan waktu yang singkat hanya 3 hari atau 72 jam bagi orang hilang, dan yang mampu bertahan cukup lama tercatat sangat sedikit sekitar 5 persen itupun karena pengetahuan dan pengalamannya.
Arti kata SURVIVAL sendiri terdapat berbagaimacam versi, yang kita bahas disini adalah menurut versi Pecinta Alam
S adar dimana kamu berada
U ntung dan rugi kita tanggung
R asa takut kuasai
V iva (hargai hidup)
I ngin tetap hidup dan selamat itu tujuan
ariasi alam dapat dimanfaatkan
A dat istiadat dijunjung tinggi
atih dirimu pelajari ilmunyaFAKTOR PENYEBAB

- Kecelakaan
- Tersesat daerah asing
- Kehabisan bekal
HAMBATAN SURVIVAL

1. Aspek Psikologi Dan Keadaan Diri Sendiri

Dalam kondisi survival tantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau psikologis, antara lain:
Ø Perasaan tidak akan memperoleh pertolongan
Ø Kesunyian yang mencekam
Ø Sudah merasa putus asa
Ø Stess mental dan fisik
Ø Keadaan tubuh yang tidak fit, cacat atau sakit.
2. Kaeadaan Alam
Ø Cuaca dingin
Ø Udara yang tipis
Ø Sulitnya mendapat kebutuhan untuk tubuh
KEBUTUHAN SURVIVAL

Yang harus dimiliki sirvivor adalah:
  1. Sikap Mental 
Ø Semangat untuk tetap hudup

Ø Kepercayaan diri

Ø Akal sehat

Ø Disiplin dan rencana matang

Ø Kemampuan belajar dari pengalaman

  1. Pengetahuan 
Ø Cara membuat bivak
Ø Cara mendapatkan makanan dan air
Ø Cara membuat api
Ø Pengetahuan orientasi medan
Ø Cara mengatasi gangguan
Ø Cara mencari pertolongan
  1. Peralatan 
Ø Survival kits

Ø Pisau jungle

Ø Obat-obatan pribadi

  1. Kemampuan belajar 
Lang kah yang harus ditempuh apabila kita tersesat
Ø Mengkoordinasi anggota
Ø Melakukan pertolongan pertama
Ø Melihat kemampuan anggota
Ø Mengadakan pejatahan makanan
Ø Mambuat rencana dan pembagian tugas
Ø Berusaha menyambung komunikasi dengan dunia luar dan meninggalkan jejak
Survival merupakan kehidupan dengan waktu mendesak untuk melakukan improvisasi yang memungkinkan. kuncinya adalah menggunakan otak untuk berimprovisasi. Dalam situasi survival perlu di ingat kata S.T.O.P. yang kurang lebih mempunyai arti :
- Sit down (Duduk)
T – Think (Berpikir)
O – Observe (Amati Alam Sekitar)
P – Plan (Perencanaan)
kita harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar kita dari apa saja yang tersedia di sekitar kita. Maka dari itu perlu penguasaan teknik-teknik survival, diantaranya adalah:
- Teknik Membuat Api
- Teknik Membuat Shelter
- Teknik Membuat Trap
- Teknik Mendapatkan Air
-Teknik Membuat Jejak Dan Isyarat.
  • API
Api sangatlah penting bagi kehidupan kita, adapun manfaat dari api kita:
1. untuk memasak bahan makanan
2. untuk menjaga suhu tubuh kita
3. untuk menghindarkan diri dari berbagai binatang. Binatang buas yang takut terhadap api antara lain : serigala, harimau, dan sebagainya.
Teknik Membuat Api
Bunga api adalah tahap awal dalam pembuatan api. Selanjutnya ialah mengusahakan untuk menangkap bunga api dengan kawul atau ranting dan daun kering.
A. Mematik
Cara ini dilakukan dengan membenturkan atau menggesekan dua benda keras. Dapat dilakukan dengan dua benda yang sejenis ataupun dengan dua benda yang berbeda jenis. Cara yang dapat digunakan bermacam-macam, yang penting adalah dapat menimbulkan bunga api.
Salah satu caranya adalah dengan memaku kayu bidang datar hingga yang tampak bagian kepalanya saja. Kemudian gesekan/benturkan batu atau logam ke arah kepala paku tersebut. Gesekan dengan sedikit ditekan dan agak cepat hingga menimbulkan bunga api. Kemudian bunga api tersebut dapat ditangkap dengan sabut kering dan sebagainya.
B. Gergaji Api (Fire Saw)
Cara ini membutuhkan tenaga yang cukup besar dan kuat. Cara ini memanfaatkan efek panas akibat gesekan kayu. Metodanya seperti menggergaji kayu dengan kayu lainnya, sehingga menimbulkan bunga api. Biasanya kayu yang digunakan berbeda antara kayu satu dengan kayu yang lainya. Kayu yang dipilih adalah kayu yang empuk sehingga tidak terlalu sulit dalam melakukan penggergajian.
C. Fire Thong(Tali Api)
Fire Thong adalah cara mendapatkan api dari sehelai kulit kayu atau rotan kering yang ditarik menyilang di atas sepotong kayu atau rotan kering. Kulit rotan tersebut dililitkan pada sebatang pohon yang empuk, lalu ditarik oleh tangan kanan dan kiri secara bergantian. Pada bagian bawahnya diberi sabut, kawul, atau dedaunan kering yang siap menangkap bunga api.
  • SHELTER
Shelter ditujukan untuk melindungi survivor dari pengaruh alam, seperti panas, hujan, angin, dan dingin. Perlindungan ini dapat dibangun dari bahan-bahan yang sengaja dibawa ataupun dari bahan-bahan yang tersedia di alam (kayu, dedaunan, dll).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan shelter adalah :
  1. Jangan membangun shelter di tempat yang riskan tergenang air (banjir), seperti di tepi sungai. Walaupun tempat itu terlihat bersih dan kering, akan sangat berbahaya apabila datang hujan.
  2. Usahakan dalam pembuatan shelter tidak dibawah pohon yang berdahan rapuh atau di bawah pohon kelapa. Karena dapat membahayakan jika dahan rapuh atau buah kelapa itu jatuh menimpa shelter kita.
  3. Tidak di tempat yang dicurigai sebagai sarang binatang buas atau sarang nyamuk/serangga. Karena dapat mengganggu kenyamanan beristirahat.
  4. Bahan pembuat shelter harus kuat dan pengerjaannyapun sebaik-baiknya, karena akan mempengaruhi dalam kenyamanan kita.
Contoh barang bawaan yang dapat dijadikan shelter adalah ponco ataupun plastik berukuran kurang lebih 2×2 meter. Karena shelter yang dibangun dari ponco atau plastik kurang sempurna, maka dari itu selain memperhatkan empat hal diatas, perlu memperhatikan arah angin bertiup. Sehingga arah angin bertiup dapat dihalau olehshelter yang kita bangun. Contoh bentuk shelter dapat dilihat melalui gambar.
Bentuk lain dari alam yang bisa dimanfaatkan sebagai shelter yaitu gua, lekukan tebing/batu yang cukup dalam, lubang-lubang dalam tanah, dan sebaginya.
Apabila memilih gua harap diyakini bahwa :
  1.  Gua tersebut bukan merupakan sarang binatang.
  2.  Gua tersebut tidak mengeluarkan gas beracun. Cara klasik mengetahuinya yaitu dengan menggunakan obor. Apabila obor dapat terus menyala di dalam gua, berarti gua tersebut aman dari gas beracun.
  3.  Gua tersebut terbebas dari bahaya longsor.
  • TRAP
Salah satu keterampilan yang mendukung dalam melakukan kegiatan survival adalah keahlian membuat trap. Trap ini digunakan survivor untuk menangkap binatang.
Dalam pembuatan trap, hendaknya diketahui hewan apa saja yang biasa lewat atau tinggal di daerah itu. Dengan mengetahui hewan apa yang akan ditangkap, kita dapat menyesuaikan jenis trap apa yang akan dibuat. Perlu diingat bahwa trap akan sia-sia jika binatang yang telah terperangkap dapat meloloskan diri. Maka dari itu pembuatantrap biasanya dalam bentuk yang sederhana tetapi mempunyai kekuatan yang baik.
Trap sangat banyak jenis dan macamnya, karena dalam pembuatan trap tergnatung kepada kreasi survivor. Kita akan membahas lima jenis trap yang sering digunakan.
1. Trap Menggantung (Hanging Snare)
Perangkap model menggantung ini biasanya memanfaatkan :
  1. Kelenturan dahan pohon.
  2. Patok yang diberi lekukan dan dihubungkan dengan tali.
  3. Tali laso yang lalu menghubungkan dahan pohon yang lentur dengan patok, sehingga apabila laso goyang maka tali pada patok akan lepas dan dahan pohon akan menarik, hingga akhirnya tali akan menjerat.
Perangkap ini ditujukan untuk menangkap binatang yang cukup besar seperti : kelinci, ayam, bebek, dan lain lain.
2. Trap Tali Sederhana
Untuk binatang yang berukuran kecil, seperti burung dapat digunakan perangkap tali sederhana yang diletakan di atas tanah ataupun digantung. Tali laso yang telah diberi umpan diikatkan pada dahan pohon atau batu yang berat. Sehingga apabila hewan telah terjerat, tidak bisa pergi kemana-mana lagi.
3. Trap Lubang Penjerat
Perangkap ini adalah modifikasi dari perangkap tali dan perangkap lubang. Perangkap ini terdiri dari :
  1. Tali laso yang diikatkan pada dahan pohon yang kuat dan diletakan mendatar.
  2. Lubang perangkap yang digali, kedalamannya disesuaikan dengan hewan yang akan ditangkap. Mulut lubang disamarkan dengan dedaunan dan laso diletakan di atas dedaunan tersebut.
  3. Diberi umpan di atas dedaunan, ditengah laso.
4. Trap Menimpa
Perangkap lain yang ditujukan untuk menangkap binatang kecil lainya adalah perangkap menimpa. Perangkap ini memanfaatkan berat kayu untuk menindih. Model ini dikenal dengan nama Deadfall Snare. Yang diperlukan dalam pembuatan perangkap ini adalah :
  1. Batang pohon besar ditumpukan pada kayu pohon lainya yang saling menopang.
  2. Kayu pohon penopang yang saling berhubungan dengan batang pohon besar dan jika salah satu tersenggol, maka yang lain akan jatuh dan menimpa.
  3. Umpan yang diletakan dekat dengan kayu pohon penopang dan apabila tergerak, maka kayu pohon penopang akan bergeser sehingga batang pohon besar akan jatuh menimpa.
5. Kombinasi Trap Lubang dengan Trap Menimpa
Perangkap ini merupakan kombinasi bentuk lubang perangkap dan perangkap menimpa. Perangkap ini terdiri dari :
  1. Batang pohon besar untuk menimpa mangsa.
  2. Kayu pohon yang saling menopang.
  3. Umpan.
  4. Lubang perangkap lengkap dengan samarannya.
Cara kerjanya hampir sama dengan trap menimpa, tetapi ketika mangsa tertimpa batang, ia akan langsung masuk ke lubang
  • Ciri – ciri tumbuhan yang dapat dimakan:
  1. Warna tidak mencolok
  2. Getah berwarna bening
  3. Bila di gosokkan pada kulit tidak gatal
  4. Daun tidak berbulu
  • Ciri-ciri jamur yang beracun:
  1. Mempunyai warna yangmencolok
  2. Baunya tidak sedap atauberlendir
  3. Nasi menjadi kuning atauberlendir jika dimasak didalamnya
  4. Sendok atau logam dariperak akan menjadi kehtaman jika dimasukkan didalamnya
  5. Dipegang hancur
  6. Apabila dimakan seranggamaka serangga itu mati
  • AIR
Air merupakan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan manusia akan air lebih besar daripada kebutuhan manusia akan makanan. Manusia bisa bertahan hidup kurang lebih sepuluh hari tanpa makanan. Tetapi tanpa air menusia akan sulit bertahan lebih dari tiga hari. Oleh karena itu kebutuhan akan air mutlak didapatkan oleh survivor.
Mengetahui sumber air sangat penting, karena kita dapat memprioritaskan air mana yang akan kita simpan di tempat minum untuk diminum dan air mana yang akan kita simpan di tempat air lain untuk mencuci bahan makanan kita. Berdasarkan sumbernya, air dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu air langsung dan air tak langsung.

Air langsung berarti air bersih yang dianggap aman untuk diminum saat itu juga. Contoh air yang langsung dapat diminum adalah :
a) Hujan
Apabila turun hujan ketika sedang ber-survival

b) Tanaman
Tanaman rambat dan rotan banyak dijumpai di pegunungan dan hutan rimba. Biasanya tanaman rambat ini dapat ditemukan di pohon-pohon besar. Pilihlah tanaman rambat (akar gantung) yang masih segar. Potong bagian bawah dari tanaman itu agar air yang terkandung di bagian atas tanaman dapat menetes ke bagian bawah, dan air yang menetes segera ditampung. Setelah itu potong bagian atasnya dengan jarak 1m-1,5m dari bagian bawahnya.
c) Air sungai dan mata air
Kebanyakan air sungai yang ada di hutan dapat langsung diminum. Tetapi harap diteliti sebelumnya, apakah di sekitar sungai itu terdapat pembuangan kotoran atau limbah.
d) Air kelapa
Air kelapa merupakan penghapus dahaga yang baik. Air kelapa yang baik adalah kelapa yang masih muda. Biasanya satu buah kelapa berisi air sebanyak hampir satu liter. Usahakan apabila kita meminum air kelapa, harus yang masih baru atau kelapa hasil memetik sendiri. Karena apabila kelapa yang sudah terjatuh biasanya telah tua dan airnya tidak enak dan terkadang bau. Bahkan kemungkinan kelapa yang sudah jatuh adalah bekas makanan bajing, maka disangsikan kebersihannya.
e) Kondensi Tanah
antara lain dalam medapatkan air adalah dengan memanfaatkan kondensi tanah. Hal ini memanfaatkan uap air tanah dan kemudian ditampung di suatu tempat. Caranya sebagai berikut :
  1. Galilah tanah dengan kedalaman kira-kira setengah meter.
  2. Gelarlah plastik untuk menutupi lubang tersebut. Dan ujung-ujungnya ditahan, agar plastik tersebut menutup lubang dengan rapat.
  3. Beri pemberat di tengah plastik agar plastik agak menjorok ke dalam.
  4. Sebelumnya letakan wadah penampung air di tengah ?tengah lubang.
  5. Biarkan seharian.
Air tak langsung adalah air yang digolongkan menjadi air yang masih memerlukan proses untuk diminum.Berikut adalah sumber air yang dapat kita manfaatkan tetapi harus kita dibersihkan terlebih dahulu.
  • Lubang air
Air yang berada di tempat ini biasanya bercampur dengan lumpur, potongan ranting atau dedaunan. Untuk memanfaatkannya kita perlu membersihkan dedaunan di permukaan air dengan cara dipungut langsung. Setelah itu diendapkan beberapa saat agar air tidak bercampur dengan lumpur. Setelah itu kita dapat melakukan proses penyaringan. Proses ini akan diterangkan lebih lanjut dimuka.
  • Air yang menggenang
Air yang menggenang dapat dimanfaatkan setelah dilakukan proses penyaringan. Air ini biasanya terdapat di saluran selokan yang telah mengering, celah antara batu karang, cekungan tanah/batu, atau tunggul-tunggul pohon yang telah mati.
Berikut adalah cara menyaring air :
  1. Dengan kaos berlapis. Lebih baik apabila kaos itu berwarna putih, sehingga apabila kotor dapat terlihat dan dapat dibersihkan terlebih dahulu.
  2. Dengan cara melewatkan air ke dalam rongga bambu yang telah dipotong di kedua ujungnya. Di dasar bambu diberi penyaring seperti kerikil, ijuk, rumput kering atau daun kering.
Air keruh juga dapat dimanfaatkan setelah dilakukan proses pengendapan selama dua puluh empat jam di tempat bersih. Apabila air yang telah diendapkan masih telihat atau terasa kotor, maka dapat dilakukan proses penyaringan beberapa kali. Tetapi cara yang paling aman untuk mendapatkan air bersih adalah setelah dibersihkan lalu air dimasak sampai masak.
Cara lain untuk mendapatkan air bersih adalah dengan membersihkan air yang keruh dengan mencampurkan zat-zat pembersih air yang dapat kita dapatkan di toko kimia. Cara itu sebagai berikut :
  1. Campurkan tablet Halazone dengan air dan tunggu sepuluh sampai lima belas menit.
  2. Campurkan dua hingga tiga tetes Iodine dengan seperempat liter air. Air dapat dimanfaatkan setelah tiga puluh menit.
  3. Campurkan beberapa butir garam abu permanganate dengan air secukupnya. Reaksi sterilisasi dapat dilihat kira-kira dalam tiga puluh menit.
  4. Campurkan bubuk pembersih (AGS) yang dijual di pasaran dengan air secukupnya.
  • Ciri – ciri air yang bersih :
  1. Warna jernih/bening.
  2. Suhu sedang/dingin.
  3. Tidak berbau dan berasa.

Leia Mais…